Senin, 14 April 2014

Makrab IAN 2013




Makalah BPUPKI dan PPKI

PEMBENTUKAN BPUPKI DAN PPKI
Makalah Sejarah Sosial Politik Indonesia








Disusun oleh :
Novie Istoria Hidayah (13417141014) 



ILMU ADMINISTRASI NEGARA – A
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia menempuh melalui bidang. Yaitu bidang budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Di antara bidang-bidang tersebut, bidang politik yang paling menonjol. Karena penjajahan Belanda menggunakan politik dalam segala bidang. Hal ini terjadi pada awal abad ke-20 dimana pada waktu itu bangsa Indonesia telah mengubah cara perjuangannya, tidak lagi bersifat lokal, melainkan bersifat nasional.
Dalam perjuangan yang bersifat nasional itu, peranan organisasi sangat menentukan. Organisasi pergerakan nasional pertama telah dirintis oleh Budi Utomo, namun Budi Utomo pada awalnya menempuh perjuangan melalui bidang sosial-budaya. Organisasi Budi Utomo tersebut telah modern, karena telah tersusun secara baik dan jelas arah tujuannya yang dituangkan ke dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan disusul dengan organisasi lain.
Sejak tahun 1941 Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Perang ini ditandai dengan pengeboman pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Hawaii) pada 7 Desember 1941 oleh Angkatan Perang Jepang. Pada awalnya pasukan Jepang banyak mendapatkan kemenangan dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya. Namun, di tahun 1942 perang Jepang mulai terdesak. Untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara jajahan Jepang, pemerintah Jepang kemudian menjanjikan akan memberikan kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya.
Ternyata situasi pasukan Jepang semakin memburuk pada bulan Juli – Agustus 1944. Hal itu menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo. Sebagai gantinya kemudian diangkat Jenderal Kuniaki Koiso sebagai Perdana Menteri yang memimpin Kabinet Baru (Kabinet Koiso). Salah satu langkah kebijakan yang diambil oleh Koiso di daerah-daerah pendudukan adalah mengeluarkan pernyataan tentang “janji kemerdekaan di kemudian hari”. Pada tanggal 7 September 1944Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso dalam Sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikei) ke-85 di Tokyo mengumumkan bahwa, daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari. Janji ini kemudian direalisasi Jepang dengan membentuk badan-badan untuk mempelajari, mempersiapkan, dan melengkapi Indonesia yang akan menjadi negara merdeka.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepang tersebut?
2.      Bagaimana hasil sidang BPUPKI dan PPKI yang menjadi persiapan bangsa Indonesia kea rah kemerdekaan?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahu bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepang.
2.      Untuk mengetahui hasil sidang BPUPKI dan PPKI.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Proses Berakhirnya Kekuasaan Jepang di Indonesia
Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Teikoku Gikai (Parlemen Jepang) ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti Perdana Menteri Tojo) mengumumkan tentang pendirian pemerintah Kemaharajaan Jepang, bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari. Apa yang sebenarnya menyebabkan dikeluarkannya pernyataan tersebut adalah karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang. Dalam bulan Juli 1944, kepulauan Saipan yang letaknya strategis, jatuh ketangan Amerika yang menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat Jepang.
Situasi Jepang semakin buruk didalam bulan Agustus 1944. Terbukti bahwa moral masyarakat mulai mundur, produksi perang merosot, yang mengakibatkan kurangnya persediaan senjata dan amunisi, ditambah dengan timbulnya soal-soal logistik karena hilangnya sejumlah besar kapal-angkut dan kapal perang.
Faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet P.M.Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan diangkatnya Jenderal Kuniaki Koiso sebagai penggantinya. Salah satu langkah yang diambilnya guna mempertahankan pengaruh Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang didudukinya ialah dengan cara mengeluarkan pernyataan “Janji Kemerdekaan Indonesia di kemudian hari”. Dengan cara demikian Jepang mengharapkan bahwa Serikat akan disambut oleh penduduk, tidak sebagai pembebas rakyat, melainkan sebagai penyerbu ke negara merdeka.

B.     BPUPKI
1.      Terbentuknya BPUPKI
Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya angkatan perang Jepang dari Irian Timur, Kepulauan Solomon dan Marshall oleh angkatan perang Serikat, maka seluruh garis pertahanan di Pasifik terancam dan berarti kekalahan Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang menghadapi serangan Serikat atas kota-kota Ambon, Makassar, Manado dan Surabaya; bahkan tentara Serikat telah pula mendarat di pelabuhan kota minyak seperti Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis itu, pemerintah militer Jepang di Jawa dibawah pimpinan Saiko Syikikan Kumakici Harada pada tanggal 1945, telah mengumumkan pembentukan suatu Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan disingkat menjadi Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai). Tindakan itu merupakan langkah kongkrit pertama bagi terpenuhinya janji Koiso tentang “Kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari”. Maksud tujuannya ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Susunan pengurusnya terdiri dari sebuah badan perundingan dan kantor tatausaha. Badan perundingan terdiri dari seorang Kaico (Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua muda), 60 orang Iin (anggota), termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang golongan peranakan Belanda.
Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus istimewa yang akan menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak suara. Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945, dimana yang diangkat sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno yang saat itu dikenal sebagai pemimpin nasional utama, tetapi dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Pengangkatan itu disetujui oleh Ir. Soekarno yang menganggap bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa dalam badan tersebut akan lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif didalam perundingan. Sedangkan sebagai Fuku Kaico pertama dijabat oleh orang Jepang yakni Syucokan Cirebon dan R. Surowo (Syucokan Kedu) sebagai Fuku Kaico kedua. R.P. Suroso diangkat pula sebagai kepala secretariat Dokuritsu Junbi Cosakai dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A G Pringgodigdo.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo Sangi In. Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas besar di Singapura) dan Letnal Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas di Jawa) menghadiri sidang tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr.A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat para anggota dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.


2.      Sidang BPUPKI
Sebagai realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian mengadakan sidang-sidang. Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI tersebut dibagi menjadi dua kali sidang. Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Kemudian Sidang BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang-sidang BPUPKI itu untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.
a.      Sidang I
Sidang berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Mr. Moh. Yamin dan Ir. Soekarno terdapat diantara para pembicara, yang telah mengucapkan pidato penting, yang dianggap telah mengusulkan kelima dasar filsafat negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Yang dianggap pertama kali merumuskan materi Pancasila, ialah Mr. Moh. Yamin, yang pada tanggal 29 Mei 1945 di dalam pidatonya mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia sebagai berikut:
1.      Peri Kebangsaan.
2.      Peri Kemanusiaan.
3.      Peri Ketuhanan.
4.      Peri Kerakyatan.
5.      Kesejahteraan Rakyat).
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 juga menyampaikan dasar-dasar negara yang diajukan sebagai berikut:
1.      Persatuan.
2.      Kekeluargaan.
3.      Keseimbangan lahir dan batin.
4.      Musyawarah.
5.      Keadilan rakyat.
Tiga hari kemudian, yakni pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno, mengucapkan pidatonya yang kemudian dikenal dengan nama Lahirnya Pancasila, dimana materi dan nama Pancasila sekaligus dicetuskan didalam. Materi Pancasila yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:
1.      Kebangsaan Indonesia.
2.      Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
3.      Mufakat atau demokrasi.
4.      Kesejahteraan sosial.
5.      Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima dasar itu atas “petunjuk seorang teman ahli bahasa” oleh Ir. Soekarno dinamakan Pancasila.
Untuk menindaklanjuti usulan-usulan dari sidang, BPUPKI membentuk panitia kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno. Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut:
1.      Ketuhan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.      Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.      Persatuan Indonesia.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5.      Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b.      Sidang II
Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya. Panitia kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo.
Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut:
1.      Pernyataan Indonesia merdeka.
2.      Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).
3.      Batang tubuh UUD.
Sebelum Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dibentuk dan bersidang di Bndung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda seluruh Jawa, yang penyelenggaraannya disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Adapun Angkatan Moeda Indonesia rupa-rupanya dibentuk atas inisiatif Jepang pada pertengahan tahun 1944, tetapi kemudian menjadi suatu gerakan pemuda yang anti-Jepang. Oleh para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia di dalam kongres yang dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa, antara lain Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto dan Harsono Tjokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku Jakarta, dianjurkan agar para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan bukan sebagai hadiah Jepang. Pertemuan berada dalam suasana militant dan nasionalistis, dimana hanya dinyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa lagu kebangsaan Jepang Kimigayo  dan dilakukan pengibaran bendera Merah Putih, tanpa didampingi oleh bendera Jepang.
Setelah 3 hari lamanya kongres berjalan, akhirnya dicapai dua resolusi sebagai berikut: pertama semua golongan Indonesia terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan saja dan kedua, dipercepatnya pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.
Tetapi, sebagaimana yang diberitahukan oleh pers resmi, ternyata kongres pun menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang seperti usaha mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti urusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk tidak mengambil bagian dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan bermaksud untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal.
Sebagai imbangannya, pada tanggal 3 Juli 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta diantaranya sejumlah 100 pemuda yang membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan para anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thayeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, F. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi. Pertemuan rahasia diadakan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia, yang kegiatannya sebagian besar digerakkan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31.
Tujuan daripada gerakan tersebut tercantum didalam surat kabar Asia Raya  pertengahan bulan Juni 1945, yang menunjukkan sifat daripada gerakan tersebut yang lebih radikal sebagai berikut: pertama mencapai persatuan kompak diantara seluruh golongan masyarakat Indonesia, kedua menamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat; ketiga, membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, dan keempat mempersatukan Indonesia bahu membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk “mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri”
Golongan pemuda yang tergabung dalam Angkatan Baroe Indonesia didalam perkembangan selanjutnya dapat mengemukakan pendapat-pendapatnya yang mempengaruhi usaha pembentukan negara Indonesia. Para pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna telah diikutsertakan didalam suatu gerakan yang disebut Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan tersebut diperkenankan pembentukannya oleh Saiko Syikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano didalam suatu pertemuan pada tanggal 2 Juli 1945. Gerakan Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang Cuo Sangi In ke 8 yang mengusulkan pendirian suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Susunan pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari 80 orang. Disamping anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, juga terdapat golongan Cina, golongan Arab dan golongan Peranakan Eropa.
Sedangkan pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda didalamnya dimaksudkan oleh pemerintah Jepang untuk menguasai kegiatan-kegiatan mereka. Somubuco Mayor Jenderal Nisyimura menegaskan bahwa setiap organisasi pemuda yang tergabung didalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseibu (Pemerintah Militer Jepang) dan merekapun harus pula bekerja di bawah kekuasaan petugas-petugas pemerintah yang berhubungan erat dengan ahli-ahli Jepang. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, hingga timbullah rasa tidak puas. Akhirnya tatkala Geraka Rakyat Baroe diresmikan pembentukannya pada tanggal 28 Juli 1945, dimana dua organisasi besar, yaitu Jawa Hokokai dan Masjumi digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak seorangpun tokoh golongan pemuda yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Asmara Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah disediakan untuk mereka. Maka nampaklah bahwa perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan berdirinya negara Indonesia Merdeka, semakin tajam.
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut. Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, maka BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

C.    PPKI
1.      Terbentuknya PPKI
Jepang semakin mengalami kemuduran dalam Perang Asia Timur Raya. Komando Tentara Jepang wilayah Selatan mengadakan rapat. Dalam rapat itu disepakati bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan pada tanggal 7 September 1945.
Keadaan Jepang semakin kritis. Pada 6 Agustus 1945, kota Hiroshima dibom atom oleh Amerika Serikat. Menghadapi situasi ini, Jenderal Terauci menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Persetujuan ini terjadi pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas PPKI adalah melanjutkan tugas BPUPKI dan untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.
Duapuluh-satu anggota telah dipilih, tidak hanya terbatas pada wakil-wakil di Jawa, tetapi juga dari berbagai pulau dan suku seperti berikut: 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatra, 2 wakil dari Sulawesi, seorang wakil dari Maluku, seorang wakil dari Sunda Kecil dan seorang wakil golongan penduduk Cina.
Yang ditunjuk sebagai ketua dalam PPKI ialah Ir. Sukarno, sedangkan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketua. Sebagai penasehatnya ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo. Kemudian PPKI ditambah dengan enam anggota lagi tanpa seizing pihak Jepang; anggota-anggota itu adalah Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sajuti Melik, Iwa Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo.
Para anggota didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu digerakkan oleh pemerintah sedangkan mereka diizinkan melakukan segala sesuatunya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri; tetapi di dalam melakukan kewajibannya itu mereka diwajibkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Syarat pertama untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.
2.      Kemerdekaan negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia itu harus disesuaikan dengan cita-cita pemerintah Jepang yang bersemangat Hakko-Iciu.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju ke markas besar Terauci di Vietnam Selatan. Dalam suatu pertemuan di Dalath (Vietnam Selatan) pada tanggal 12 Agustus 1945 Marsekal Terauci menyampaikan kepada ketiga pemimpin tersebut bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan segera setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaannya tidak dapat sekaligus untuk seluruh Indonesia, melainkan bagian demi bagian sesuai kondisi setempat.
Selama masa tugasnya, PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali pada tanggal 18 Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945. Berikut ini hasil-hasil sidang PPKI.
1.      Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945
a.       Mengesahkan UUD sebagai UUD negara RI.
b.      Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden.
c.       Untuk sementara waktu presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia.
2.      Sidang PPKI II tanggal 19 Agustus 1945
a.       Menetapkan wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi dan menunjuk gubernurnya.
b.      Menetapkan 12 departemen beserta menteri-menterinya.
c.       Mengusulkan dibentuknya tentara kebangsaan.
d.      Pembentukan komite nasional di setiap provinsinya.
3.      Sidang PPKI III tanggal 22 Agustus 1945
a.       Dibentuknya Komite Nasional.
b.      Dibentuknya Partai Nasional Indonesia.
c.       Dibentuknya tentara kebangsaan.
2.      PPKI dan Perkembangan Situasi Indonesia
Tanggal 14 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat pulang kembali ke Jakarta. Ternyata Jepang saat itu menghadapi pemboman Serikat atas Hirosyima dan Nagasaki, sedangkan Uni Sovyet menyatakan prang terhadap Jepang dengan cara melakukan penyerbuannya ke Mancuria. Dengan demikian dapat diduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat, sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera dilaksanakan.
Dalam hal ini Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta berpendapat bahwa soal Kemerdekaan Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal karena Jepang sudah kalah. Kini kita menghadapi Sekutu yang berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin memperbincangkan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan didalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sehingga dengan demikian tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang, yang menetapkan waktu berkumpulnya para anggota PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan waktu diadakannya sidang PPKI yang pertama pada keesokan harinya.
Sikap demikianlah yang tidak disetujui oleh golongan muda, yang menganggap badan PPKI adalah badan Jepang dan tidak menyetujui lahirnya proklamasi Kemerdekaan secara apa yang telah dijanjikan oleh Marsekal Terauci dalam pertemuan di Dalath. Sebaliknya golongan muda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan sendiri lepas sama sekali dari pemerintah Jepang.
Sutan Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak diproklamasikannya Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta tanpa menunggu janji Jepang yang dikatakannya sebagai tipu muslihat belaka. Karena ia mendengarkan radio yang tidak disegel oleh pemerintah militer Jepang, ia mengetahui, bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah. Desakan tersebut dilakukannya dalam suatu pertemuan dengan Drs. Moh. Hatta pada tanggal 15 Agustus 1945, tak lama sesudah kembali dari Dalath. Tetapi Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta masih mencari kebenaran berita tentang penyerahan Jepang secara resmi dan tetap ingin membicarakan pelaksanaan Proklamasi pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Tindakan selanjutnya diambil oleh golongan muda yang terlebih dahulu mengadakan suatu perundingan di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta, pada tanggal 15 Agustus 1945, jam 20.00. Diantara hadirin Nampak Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, disamping Wikana dan Armansjah dari golongan Kaigun. Keputusan rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh menunjukkan tuntutan-tuntutan radikal golongan pemuda yang antaranya menegaskan bahwa Kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantung-gantungkan pada orang dan kerajaan lain. Maka diputuskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang dan sebaliknya mengharapkan diadakannya perundingan dengan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta agar mereka turut menyatakan proklamasi.
Keputusan rapat tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada saat yang sama yakni jam 22.00 di rumah kediaman Ir. Sukarno, Pegangsaan Timur (sekarang jalan Proklamasi) 56, Jakarta. Tuntutan Wikana agar Proklamasi dinyatakan oleh Ir. Sukarno pada keesokan harinya telah menegangkan suasana karena ia menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan. Mendengar ancaman itu Ir. Sukarno menjadi marah dan melontarkan kata-kata yang bunyinya sebagai berikut: “Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepaskan tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”.
Suasana hangat itu disaksikan oleh golongan nasionalis angkatan tua lainnya seperti Drs. Moh. Hatta, Dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Nampak adanya perbedaan pendapat, dimana golongan pemuda tetap mendesak agar besok pada tanggal 16 Agustus 1945 dinyatakann Proklamasi, sedangkan golongan pemimpin angkatan tua masih menekankan perlunya diadakan rapat PPKI terlebih dahulu.
Perbedaan pendapat itu telah membawa golongan pemuda kepada tindakan berikutnya, yakni mengamankan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tindakannya berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada jam 24.00 menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta (sekarang Toko Kue Maison Benny). Rapat selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang pernah berapat di ruangan Lembaga Bakteorologi Pegangsaan Timur, juga dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, Dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, Syodanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Keputusan itu adalah sebagai berikut:
“Kemerdekaan harus dinyatakan sendiri oleh rakyat, jangan menunggu kemerdekaan sebagai hadiah dari Jepang. Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta akan diamankan ke luar kota, dimana Peta telah siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang timbul setelah proklamasi dinyatakan. Sebab jika mereka berada di Jakarta, mereka akan dipengaruhi dan ditekan oleh kekuatan Jepang untuk menghalang-halangi berlangsungnya proklamasi Kemerdekaan. Demikianlah pada tanggal 16 Agustus 1945 jam 06.00 (waktu Tokyo) atau jam 04.30 waktu Jawa jaman Jepang atau jam 04.00 WIB terjadi peristiwa pengamanan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota menuju Rengasdengklok di sebelah utara Karawang. Maksud daripada pengamanan yang dilaksanakan oleh Sukarni dan Jusuf Kunto dari golongan pemuda itu adalah untuk menjauhkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh Jepang.
Juga oleh Sukarni dijelaskan agar di Rengasdengklok ini dua tokoh menyatakan Proklamasi Kemerdekaan atas nama seluruh rakyat. Karena keadaan sudah mendesak dan suasanapun sudah memuncak. Jika tidak dilaksanakan, maka pemberontakan melawan setiap penghalang kemerdekaan akan terjadi. Oleh karena itu atas nama segenap rakyat, mereka menuntut supaya kedua tokoh turut melaksanakan Proklamasi. Jika tidak, maka segala akibatnya terutama yang mengenai keselamatan mereka tidak akan dapat ditanggung lagi oleh mereka.
Sementara itu di Jakarta Chairul cs. telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan di Jakarta. Tetapi rencana untuk merebut kota Jakarta tidak berhasil disusun karena tiadanya dukungan positif dari Peta seluruhnya. Sedangkan sikap kedua tokoh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Rengasdengklok tidak berubah. Karena itu Jusuf Kunto diutus ke Jakarta untuk melaporkan dan merundingkan dengan kelompok-kelompok yang ada disana. Tetapi yang ditemui hanyalah golongan Kaigun, terutama Mr. Ahmad Subardjo.
Antara Mr. Ahmad Subardjo dengan Wikana kemudian terdapat kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta, dimana Laksamana Maeda bersedia akan menjamin keselamatan selama mereka berada di rumahnya. Karena itu Jusuf Kunto pada hari itu juga membawa Mr. Ahmad Subardjo bersama Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan tiba jam 17.30 WIB. Di Rengasdengklok antara golongan tua dan golongan muda tidak terjadi perundingan, hanya telah diberi jaminan oleh Ahmas Subardjo dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan harinya selambat-lambatnya jam 12.00.
Dengan jaminan tersebut Komandan Kompi Peta setempat Cudanco Subeno melepaskan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta pada jam 23.00 WIB rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Bodjol No. 1 (sekarang tempat kediaman resmi Duta Besar Inggris) setelah Soekarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing terlebih dahulu. Di tempat inilah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sebelumnya Soekarno dan Hatta telah menemui Somubuco, Mayor Jenderal Nisyimura untuk menjagai sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Dengan segan-segan Nisyimura mengikatkan diri untuk tidak menghalang-halangi proklamasi, asala tidak ada tindakan yang anti Jepang.
Para pemuka Indonesia yang hadir dalam peristiwa perumusan teks proklamasi berkumpul dalam dua ruangan, yakni ruangan makan dan serambi depan. Mereka yang merumuskan melakukannya di dalam ruangan makan, yakni Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Pada saat itu Ir. Soekarno memegang pena dan menulis teks Proklamasi yang terdiri dari dua kalimat. Kalimat pertama yang berbunyi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”, adalah kalimat yang dikutip oleh Mr. Ahmad Subardjo dari Piagam Jakarta yang antara lain berbunyi sebagai berikut: “Atas berkat Rahmat Allah maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kemudian Drs. Moh. Hatta menyempurnakan teks Proklamasi dengan kalimat kedua yang berbunyi sebagai berikut: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Demikianlah perumusan teks Proklamasi dilakukan bersama-sama oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo di dalam ruangan makan dari rumah Laksamana Maeda. Turut serta menyaksikan perumusan tersebut ialah Sayuti Melik, Sukarni, B.M. Diah dan Sudiro (Mbah).
Setelah selesai, teks Proklamasi dibacakan di hadapan pemuka-pemuka yang sebagian besar adalah anggota-anggota PPKI dan mereka itu semuanya menunggu di dalam serambi muka yang biasanya dipergunakan untuk menerima tamu oleh Laksamana Maeda. Disisnilah teks Proklamasi dimusyawarahkan. Pada waktu itu timbullah persoalan tentang siapa yang akan menandatangani. Yang member komentar adalah Chairul Saleh yang tidak setuju bila teks itu ditandatangani oleh anggota-anggota PPKI, karena menurut anggapannya badan itu bentukan Pemerintah Jepang yang anggota-anggotanya diangkat oleh Jepang pada waktu itu.
Kemudian muncullah Sukarni dan sebagai jalan keluar ia mengusulkan agar teks Proklamasi sebaiknya ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Ternyata usulnya itu disetujui oleh semua yang hadir. Maka teks Proklamasi selanjutnya diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Olehnya terhadap beberapa kata dari versi terakhir itu diadakan perubahan-perubahan, yaitu kata “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil bangsa Indonesia” dirubah menjadi “Atas nama Bangsa Indonesia”, barulah versi terakhir yang telah diketik itu ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang saat ini dikenal sebagai naskah otentik.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 12.00 (waktu Tokyo) atau jam 10.30 waktu Jawa zaman Jepang, atau jam 10.00 WIB teks Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Moh. Hatta ditempat kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi) No. 56, Jakarta. Dengan Proklamasi itu tercapailah Indonesia merdeka yang susunan negaranya diatur dengan undang-undang dasar yang kemudian dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Menjelang tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Pasifik mulai terjepit. Satu per satu daerah jajahan Jepang dapat direbut oleh Sekutu. Untuk mempertahankan kedudukannya dan agar rakyat Indonesia membantu Jepang, maka Jenderal Kuniaki Koiso member janji kemerdekaan. Dan sebagai realisasinya dibentuklah BPUPKI.
BPUPKI dan PPKI berperan sangat penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Kedua lembaga tersebut berhasil menyusun konsep-konsep negara Indonesia, seperti rumusan dasar negara, pemilihan kepala negara, wilayah RI, dan lain-lain.

B.     Saran
Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan merupakan dari pemberian Jepang melainkan hasil jerih payah bangsa Indonesia sendiri. Bersedia bekerja sama dengan Jepang hanya merupakan salah satu taktik untuk mencapai kemerdekaan. Kita harus dapat mencontoh para pendiri bangsa yang dapat mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada demi keutuhan bangsa dan negara RI.



DAFTAR PUSTAKA

Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Jilid 2 Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Erlangga.
Brugmans, I.J., et al., Nederlandsch Indie Japanse Bezetting: Gegevens en Documenten over de Jaren 1942-1945, Franeker, 1960.
Kartodirdjo, Sartono dkk.  1975. Sejarah Nasional Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Notosusanto, Nugroho. 1972. Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pantjasila jang Otentik. Jakarta: Pusat Sedjarah ABRI.

Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta: Asdi Mahasatya.